Salamatul Insan Fi Hifdzil Lisan", sungguh selamatnya seseorang adalah ketika dia sanggup menjaga lisannya dari menyakiti orang lain Ketika seseorang menghina orang lain maka sudah pasti di hatinya
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID Oa-FSV2o4AH2S7co8UpE550Ha96YjmRHEblnDRMawEOMsAhtsU1Inw== Karenaitu, ada sebuah ungkapan dalam bahasa Arab yang menyatakan, salamatul insan fi hifzhil lisan, selamatnya manusia tergantung pada lisannya. Setiap ucapan kita senantiasa dicatat oleh Malaikat. Dalam Al Quran, Allah juga sudah memberi kita peringatan tentang lisan dan perkataan yang kita ucapkan. menjadi orang besar dan terpandang bukan di tentukan oleh jabatan dan seberapa banyak harta yang di miliki tapi lebih kepada bagaimana orang itu bisa lebih menghargai orang yang lebih rendah di bawahnya dan membantu mereka. hidup itu seperti roda,berputar silih berganti,banyak hal dari orang lain yang kadang kita tidak mengerti jangan pernah memandang orang dari sisi luar saja/fisik,cobalah untuk belajar menghargai orang lain jika memang ingin di hargai oleh orang lain. Salamatul Insan Fi Hifdzil Lisan Ikhwanakhwat. "salamatul insan fi hifdzil lisan" selamatnya manusia tergantung dari lisannya Lisan adalah sebuah daging yang lunak tidak bertulangtetapi tajam bagaikan pedang Dalam kitab minhutasiah diterangkan rosulullah SAW memberi nasihat kepada Ali, yaa ali maa yakhluqullahu afdholu minal lisan ila akhiri. Salamatul insan fi hifdzil lisan artinya tulisan Arab merupakan mahfudzot yang banyak orang mengetahuinya berkenaan dengan menjaga lidah supaya selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat. – assalaamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh, Salamatul insan fi hifdzil lisan artinya adalah selamatnya manusia itu dalam menjaga lidah. Tentunya sudah paham seperti apa maksud menjaga lisan ini. Ada banyak nasehat untuk berfikir dahulu baru bicara. Hal ini sejalan dengan hadits untuk berbicara yang baik atau diam. Adapun matan hadits yang kami maksud adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim; عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصْمُت، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليُكْرِم جارَه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضَيْفَه». Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu anhu- secara marfū’, “Siapa ‎beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik ‎atau diam; siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir maka ‎hendaklah ia memuliakan tetangganya; dan siapa beriman ‎kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya!” Dari hadits ini kita mengetahui bahwasanya siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk; Berkata yang baik atau diam;Memuliakan tetangganya;Memuliakan tamunya. Berikut tulisan bahasa Arab mahfudzot menjaga lidah ini dalam versi gundul maupun lengkap dengan harokatnya atau syakal. Versi gundul sebagai berikut; سلامة الإنسان في حفظ اللسان Sedangkan teks arab lengkap dengan syakal dan harokat yang bisa anda copy paste alias kopas, ini dia salaamatul insan fii hifdzil lisan in arabic text writing. سَلاَمَةُ الإِنْسَانِ فيِ حِفْظِ اللِّسَانِ Nah setelah mengetahui cara penulisannya dalam bahasa Arab mari kita mengetahui arti kata dan maknanya dalam terjemah artinya Bahasa Indonesia. Langsung saja berikut informasinya. Salamatul insan fi hifdzil lisan artinya Salamatul insan fi hifdzil lisan artinya secara umum adalah keselamatan manusia itu adalam dalam seseorang menjaga lidahnya. Begitu besar pengaruh lidah terhadap seseorang, dengan perkataan yang salah dan keliru dapat mengakibatkan sakit hati maupun dosa yang besar. Salah satu poin menjaga lisan adalah supaya ucapan yang keluar dari lidahnya untuk tidak merugikan orang lain karena perkataannya. Media Sosial Penyambung Lidah Era Millenial Pada masa sekarang, bisa jadi pepatah mahfudzot arab ini diplesetkan menjadi salamatul insan fi hifdzil medsos, yaitu menjaga dan berhati hati dalam membuat status pada media sosial semisal facebook atau twitter instagram dan blog maupun media lainnya. Tulisan pada medsos internet bisa menjadi penyambung lidah pemiliknya dalam berekspresi dalam dunia maya. Untuk itulah perilaku dalam menjaga lisan maupun menjaga jari dalam menulis pada media sosial tentu perlu untuk mendapat perhatian dengan baik. Menulislah yang baik di media sosial atau tahanlah dirimu untuk menulis. Kira kira ukoro ini relevan untuk saat ini. Wilujeng siang, salam kenal dan wassalaamu’alaikum. Read more articles

Bacanya= Salamatul insan fie hifdzil lisan Artinya = Keselamatan manusia itu terdapat dalam penjagaan lidahnya (perkataannya) Huruf Arabnya = آداب المرء خير من ذهبه Bacanya = Adaabul mar'i khoirun min dzahabihi Artinya = Adab seseorang itu lebih baik (lebih berharga) daripada emasnya (kekayaannya)

Assalamu'alaikum Dalam kitab Nashoihul Ibad bab 1 makalah ke 15 diterangkan bahwa Abu Bakar Ash Siddiq Radhiallohuanhu menjelaskan tentang firman Allah SWT tentang …“Dzoharol fasada fil barri wal bahri…” Kerusakan di daratan dan dilautan… Beliau berkata dalam tafsirannya ayat tersebut, al – Birru daratan yaitu lisan dan al – bahri lautan adalah hati. Maka apabila telah rusak lisan misal karena sebuah penyebab…”bakat alaihi nufusu” maka menangislah manusia yaitu segala anggota badan bani adam manusia dan apabila hatinya rusak misalkan karena riya… “bakat alaihil malaikat” menangislah para malaikat… Diterangkan oleh ahli hikmah sesungguhnya lisan itu adalah sebuah pengingat bagi seorang hamba…sehingga seseorang tidak akan berbicara kecuali dalam hal perkataan yang di pahami dan baik… Diterangkan pula bahwa sesungguhnya lisan itu berkata dengan setiap bahasa sehingga lisan itu berdzikir lil madzkur…yaitu berdzikir kepada Allah SWT. Begitu pula dengan hati… Hati dinisbahkan dengan al-Bahri lautan karena dalamnya hati serta luasnya hati bagaikan sebuah samudera yang begitu luas dan dalam. Ikhwan akhwat…. “salamatul insan fi hifdzil lisan” selamatnya manusia tergantung dari lisannya… Lisan adalah sebuah daging yang lunak tidak bertulang…tetapi tajam bagaikan pedang… Dalam kitab minhutasiah diterangkan rosulullah SAW memberi nasihat kepada Ali, yaa ali maa yakhluqullahu afdholu minal lisan… ila akhiri. “kenapa Allah menciptkan keutamaan pada lisan, dengan lisan manusia bisa masuk syurga dan dengan lisan pula bisa masuk neraka..naudzubillah…begitu dahsyat nya lisan… Ikhwan akhwat fillah. Begitupun dengan hati…hati adalah raja…jagalah hati kita jangan sampai penyakit-penyakit hati masuk kedalam hati kita seperti ujub, riya, takabur, angkuh, sombong, dengki, hasud, dll. Sebab jika hati kita telah terasuki berbagai penyakit maka diri kita pun akan rusak pula, jauh dari rahmat Allah SWT. Ayyuhal ikhwah…mari kita jaga lisan kita dan hati kita sebaik-baiknya dengan selalu berdzikir dan taqorub mendekatkan diri kepada Allah SWT….semoga Allah SWT. Memberi kita kekuatan dan lindungannya kepada kita…. Amiin.. Wallohua’lam…. Wassalam salahsatu tulisan yang mungkin dilihat tanpa sengaja, dan dimuat kembali dengan intergrasi dan interkoneksi antar sosial dan keislaman.
Kecenderungan “masyarakat sosmed” sekarang, pada umumnya adalah KAGETAN. Iya, kagetan, karena memang banyak sekali informasi masuk dari mata ke otak yang belum pernah dilihat, diraba diterawang , dan diketahuinya. Nah, tinggal bagaimana menyikapi kebiasaan KAGETAN ini menjadi lebih postif. Banyak sekali tersebar diluar sana, berita-berita yang memang sengaja dibuat untuk menjatuhkan lawannya, entah itu dalam politik, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Terlebih, memasuki tahun 2018 yaitu tahun politik di kancah daerah di Indonesia yang beberapa daerahnya akan memiliki kepala daerah yang baru dan di tahun 2019 dalam rangka pemilihan presiden. Entahlah, bakalan seramai apa dunia medsos nantinya, huft…. maafkan sedikit alay. Gambar ilustrasi oleh M Nuskan Abdi Banyak juga terdengar kabar, diciduk nya beberapa orang, gara-gara postingannya dimedsos. Entah hanya membagikan maupun yang memang dengan sengaja membuat konten tersebut dengan maksud sebuah kata mutiara berbahasa arab, SALAMATUL INSAN FI HIFDZIL LISAN, keselamatan manusia, terletak pada lisan/ucapannya. Mungkin inilah saatnya kata mutiara tersebut beralih kalimat menjadi SALAMATUL INSAN FI HIFDZIL “POSTINGAN”, keselamatan manusia “zaman now” terletak pada jangan terburu-buru menyampaikan khabar yang belum kita ketahui kebenarannya, atau bahkan diberikan tulisan “MAAF, INI BENER GAK YA?”, itu akan memperlebar pendapat-pendapat pribadi masyarakat sosmed diluaran sana, kalau nanya, cari tahu terlebih dahulu, wong google yo pinter banget og, atau diskusi dengan yang lebih paham, pokoke diSARING dahulu sebelum diSHARING. Continue Reading
Padahal secara teologis bahaya fitnah maupun kebohongan sebenarnya sudah diingatkan oleh sebuah pepatah Arab-Syria yang menyatakan, "Salamatul insan fi hifdzil lisan" --keselamatan seseorang Salat é o nome que se dá às cinco orações diárias, obrigatórias, que são um elo direto entre o criador e as criaturas. Não é condição para o salat que haja uma autoridade hierárquica, como um padre por exemplo. As orações coletivas podem ser guiadas por uma pessoa que conheça o Alcorão e escolhida pela comunidade. O muçulmano também pode realizar sozinho suas orações diárias no intimo de sua privacidade. Estas orações têm versículos do Alcorão que são recitadas em árabe, mas as suplicas pessoais que se fazem ao fim das orações ou na intenção dela podem ser feitas na língua de cada um. As orações são precedidas de uma intenção onde o muçulmano intenciona rezar por este ou aquele motivo e ele pronuncia isso em voz baixa. Depois vem a ablução ou wudu, que consiste em lavar e purificar partes do corpo e se preparar para a oração. Leia também Ashura, o martírio do imã HussainEid al-Adha, a festa do sacrifício Em lugares onde não há agua, se usa o Tayamum ou a ablução seca, feita com areia ou batendo as mãos em uma parede. Mas há algumas coisas que invalidam a ablução caso a pessoa precise ir ao banheiro para urinar ou defecar, ou gases, ou caso ela vomite, ou desmaie, ou durma antes de rezar, a ablução deve ser feita novamente. As mulheres, quando menstruam, estão dispensadas de fazer a oração. A ablução é feita com agua pura e há condições para seu uso a água deve ser lícita e não pode ser contaminada, usurpada ou roubada, por exemplo. Também não se pode usar maquiagem ou esmalte durante o salat, pois isso invalida a purificação. As mulheres devem rezar em um lugar no andar de cima da mesquita, que é destinado a elas, ou um metro atrás dos homens. Isso porque elas devem se prostrar sem constrangimentos de que alguém as observe, garantindo liberdade a elas, que devem estar cobertas dos pés à cabeça, com o hijab, deixando a mostra apenas o rosto e as mãos. As cinco orações são praticadas nos seguintes tempos Alvorada salat Fajr Meio-dia, depois do ponto máximo do sol salat Zhur No meio da tarde salat Asr Pôr do sol salat Magreb Noite salat Isha A prática também consiste em um ciclo de posições em pé, curvado, de joelhos, prostrado e sentado. As posições se chamam hakats e sukuts ou genuflexões e prostrações. O número de hakats e sukuts varia conforme o horário das orações obrigatórias. Fajr – duas genuflexões Zuhur – quatro Asr – quatro Magreb – três Isha – quatro Além das orações obrigatórias, também se pode fazer orações ou salats quando o devoto sentir necessidade. Caso ele perca o horário das obrigatórias, deve repô-las depois. Também por necessidade, caso não tenha tempo de fazer o salat Magreb, o muçulmano poderá algumas vezes unir o salat Magreb, do pôr do sol e logo em seguida fazer o salat noturno para facilitar assim a vida e cumprir com as orações. A oração coletiva, das sextas-feiras ou o salat Jumuat, é obrigatória para os homens e facultativa para as mulheres e é realizada na mesquita com a comunidade islâmica a partir do horário do zuhr. O líder religioso da mesquita profere um discurso ou kutub sermão que toca em pontos relativos aos problemas e ansiedades da comunidade islâmica. Antigamente, a direção em que os muçulmanos voltavam suas frontes para rezar era Jerusalém, mas durante a vida do Profeta foi mudada para Meca. A figura do muazin É a pessoa encarregada de chamar em voz alta, de cima dos minaretes torre da mesquita ou então dentro da mesquita, para congregar os muçulmanos as orações. Nos países islâmicos, a voz dos muazin ecoa pelas cidades chamando os muçulmanos a adoração a Alá. O primeiro muazin foi Bilal. O chamado diz Alá é o maior, Alá é o maior Testemunho que não há divindade além de Alá 2 vezes Testemunho que Mohammad é mensageiro de Alá 2 vezes Vinde para a oração 2 vezes Vinde para a Salvação 2 vezes Alá é o maior, Alá é o maior Não há divindade em de Alá Também há salats especiais para ocasiões onde há fenômenos naturais, como um eclipse, ou terremoto, por exemplo, onde o sheik faz uma oração especial pela comunidade. Além da mesquita, o muçulmano pode rezar em qualquer lugar possível quando atingir o horário de suas orações. Pode rezar na rua, no escritório, no campo, em casa, na fábrica, na universidade. Os muçulmanos rezam em qualquer lugar que esteja limpo e que se possa realizar suas orações. Em geral observa-se a direção de Meca com uma bússola ou observação do sol e se estende um tapete. Os xiitas usam uma pedra de argila de karballah ou madeira para repousar a fronte. Há também uma infinidade de súplicas que os fiéis fazem voluntariamente para pedir a ajuda divina em seus problemas cotidianos. Uma das mais tocantes é a súplica do Kumail do imã Ali, que é feita às quintas-feiras entre a comunidade. A oração traz tranquilidade e força espiritual aos corações contemplados na lembrança de Alá.
Salamatul Insan fi hifdzil Lisan". Keselamatan seseorang sangat bergantung dari bagaimana ia menjaga lisannya. Pada satu sisi ia bisa mendapat berbagai kemuliaan dan keberkahan. Sisi yang lain tidak menutup kemungkinan justru menjadi sebab datangnya bencana dan mudhorot bagi dirinya dan orang lain. Itulah Lisan ia laksana pisau bermata dua
Teks khutbah Jumat kali ini menghadirkan tema tentang pentingnya menjaga lisan dari berbagai pembicaraan yang tak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain. Momentum khutbah Jumat adalah saat penting mengingatkan umat Islam tentang akhlak berbicara, etika bermedia sosial, dan pesan-pesan takwa lainnya. Untuk mencetak teks khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah naskah ini. Berikut contoh teks khutbah Jumat tentang menjaga pembicaraan berjudul "Malapetaka itu Bernama Lisan". Semoga bermanfaat! Redaksi اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ Tak ada yang sia-sia seluruh yang diciptakan Allah. Kata-kata ini benar karena seluruh keberadaan di jagat ini memiliki maksud dan tujuan, entah diketahui manusia maupun tidak. Termasuk dalam hal ini seluruh anggota badan manusia, seperti mata, hidung, telinga, lisan, kaki, tangan, dan organ-organ luar dan dalam, serta sel-sel yang tak terhitung jumlahnya. Semua itu merupakan nikmat besar. Nikmat yang tak mungkin bisa dibalas secara sepadan, kecuali sekadar mensyukurinya, baik melalui kata-kata maupun perbuatan. Bersyukur lewat perkataan bisa dilakukan dengan mengucapkan hamdalah atau kalimat puji-pujian lainnya; sementara bersyukur lewat tindakan akan tercermin dari kualitas perbuatan apakah sudah baik, bermanfaat, atau sebaliknya? Jamaah shalat Jumat rahimakumullâh, Di antara semua anggota badan itu yang paling krusial adalah lisan. Lisan merupakan perangkat di dalam tubuh manusia yang bisa menimbulkan manfaat, namun sekaligus mudarat yang besar bila tak benar penggunaannya. Karena itu ada pepatah Arab mengatakan, salâmatul insan fî hifdhil lisân keselamatan seseorang tergantung pada lisannya. Melalui kata-kata, seseorang bisa menolong orang lain. Dan lewat kata-kata pula seseorang bisa menimbulkan kerugian tak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga bagi orang lain. Karena saking krusialnya, Islam bahkan hanya memberi dua pilihan terkait fungsi lisan untuk berkata yang baik atau diam saja. Seperti bunyi hadits riwayat Imam al-Bukhari وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَـيْرًا أَوْ لِيَـصـمُــتْ “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” Rasulullah mendahuluinya dengan mengungkapkan keimanan sebelum memperingatkan tentang bagaimana sebaiknya lisan digunakan. Keimanan adalah hal mendasar bagi umat Islam. Ini menunjukkan bahwa urusan lisan bukan urusan main-main. Hadits di atas bisa dipahami sebaliknya mafhum mukhalafah bahwa orang-orang tak bisa berkata baik maka patut dipertanyakan kualitas keimanannya kepada Allah dan hari akhir. Ini menarik karena lisan ternyata berkaitan dengan teologi. Kenapa dihubungkan dengan keimanan kepada Allah dan hari akhirat? Hal ini tentang pesan bahwa segala ucapan yang keluarkan manusia sejatinya selalu dalam pengawasan Allah. Ucapan itu juga mengandung pertanggungjawaban, bukan hanya di dunia melainkan di akhirat pula. Orang yang berbicara sembrono, tanpa mempertimbangkan dampak buruknya, mengindikasikan pengabaian terhadap keyakinan bahwa Allah selalu hadir menyaksikan dan hari pembalasan pasti akan datang. Allah juga mengutus malaikat khusus untuk mengawasi setiap ucapan kita. مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ "Tak ada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." QS. Qaf 18 Banyak hal kotor yang dapat muncul dari lisan. Seperti ghibah atau membicarakan keburukan orang lain. Ghibah mungkin bagi sebagian orang asyik sebagai kembang obrolan, namun ia mempertaruhkan reputasi orang lain, memupuk kebencian, serta merusak kepercayaan dan kehormatan orang lain. Contoh lain adalah fitnah. Yakni, senagaja menebar berita tak benar dengan maksud merugikan pihak yang difitnah. Fitnah umumnya berujung adu domba, hingga pertengkaran bahkan pembunuhan. Sifat ini sangat dibenci Islam. Fitnah masuk dalam kategori kebohongan namun dalam level yang lebih menyakitkan. Inilah relevansi manusia dikarunia akal sehat, agar ia berpikir terhadap setiap yang ia lakukan atau ucapkan. Berpikir tentang nilai kebaikan dalam kata-kata yang akan kita ucapkan, juga dampak yang bakal timbul setelah ucapan itu dilontarkan. Ini penting dicatat supaya kesalahan tak berlipat ganda karena lisan manusia yang tak terjaga. Politisi yang sering mengingkari janji itu buruk, tapi akan lebih buruk lagi bila ia juga tak pandai menjaga lisannya. Pejabat yang gemar berbohong itu buruk namun akan lebih buruk lagi bila ia juga pintar berbicara. Dan seterusnya. Rasulullah bersabda إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَـافُ عَلَيْــكُمْ بَعْدِيْ كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِـيمُ اللِّسَانِ “Sungguh yang paling aku khawatirkan atas kalian semua sepeninggalku adalah orang munafiq yang pintar berbicara” HR At-Tabrani. Jamaah shalat Jumat rahimakumullâh, Di zaman modern ini, ucapan atau ujaran tak semata muncul dari mulut tapi juga bisa dari status Facebook, cuitan di Twitter, meme di Instagram, konten video, dan lain sebagainya. Media sosial juga menjadi ajang ramai-ramai berbuat ghibah, fitnah, tebar kebohongan, provokasi kebencian, bahkan sampai ancaman fisik yang membahayakan. Makna lisan pun meluas, mencakup pula perangkat-perangkat di dunia maya yang secara nyata juga mewakili lisan kita. Dampak yang ditimbulkannya pun sama, mulai dari adu domba, tercorengnya martabat orang lain, sampai bisa perang saudara. Karena itu, kita seyogianya hati-hati berucap atau menulis sesuatu di media sosial. Berpikir dan ber-tabayyun klarifikasi menjadi sikap yang wajib dilakukan untuk menjamin bahwa apa yang kita lakukan bernilai maslahat, atau sekurang-kurangnya tidak menimbulkan mudarat. Sekali lagi, ingatlah bahwa Allah mengutus malaikat khusus untuk mengawasi ucapan kita, baik hasil lisan kita maupun ketikan jari-jari kita di media sosial. مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” QS. Qaf 18. باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ Khutbah II اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ Alif Budi Luhur Naskah khutbah ini tayang pertama kali di NU Online pada 8 Desember 2016, pukul WIB. Redaksi mengunggahnya ulang di kanal Khutbah dengan sedikit penyuntingan teknis kebahasaan. YROi0.
  • 71lst26b8r.pages.dev/309
  • 71lst26b8r.pages.dev/152
  • 71lst26b8r.pages.dev/379
  • 71lst26b8r.pages.dev/94
  • 71lst26b8r.pages.dev/265
  • 71lst26b8r.pages.dev/336
  • 71lst26b8r.pages.dev/113
  • 71lst26b8r.pages.dev/184
  • 71lst26b8r.pages.dev/238
  • salamatul insan fi hifdzil lisan